Minggu, 29 Juli 2012

TUMBUHAN & SATWA LIAR TNTP

A guide book is a book for tourists or travelers that provides details about a geographic locationtourist destination, or itinerary. It is the written equivalent of a tour guide. Many travel guides now take the form of travel websites rather than printed books.
It will usually include details such as phone numbers, addresses, prices and reviews of hotels and other lodgings, restaurants, and activities. Maps of varying detail are often included. Sometimes historical and cultural information is also provided. Guide books are generally intended to be used in conjunction with actual travel, although simply enjoying a guide book with little or no intention of visiting may be referred to as "armchair tourism".

Senin, 25 Juni 2012


Profil Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting

      Taman Nasional Tanjung Puting sebagaimana ditetapkan dalam SK Diraktur Jendral PHKA No. 69/VI-Set/HO/2006 merupakan salah satu taman nasional model yang diprioritaskan untuk dikelola dengan optimal sesuai dengan karakteristik potensi kawasan.  Taman Nasional Tanjung Puting memiliki beberapa tipe ekosistem yang terdiri dari hutan hujan tropika dataran rendah, hutan tanah kering, hutan rawa air tawar, hutan mangrove, hutan pantai, dan hutan sekunder dengan flora dan fauna yang beragam.
      Taman Nasional Tanjung Puting adalah  rumah bagi berbagai macam spesies yang unik.  Terdapat lebih dari 600 jenis pohon, 200 jenis Anggrek, 250 spesies burung, 28 jenis mamalia besar, dan 9 spesies primata serta berbagai jenis reptil dan ribuan serangga lainnya.  Spesies yang paling terkenal dan menjadikan taman nasional ini terkenal adalah Orangutan (Pongo pygmaeus) dan Bekantan (Nasalis larvatus), monyet besar yang hanya dapat ditemukan di Kalimantan. Tanjung Puting juga dikenal sebagai lokasi penelitian Orangutan terlama di dunia.

Sejarah Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting
     Berdasarkan data Arsip Nasional Republik Indonesia, proses penunjukan Taman Nasional Tanjung  Puting  yang  pada awalnya Suaka Margasatwa Sampit, telah dimulai sejak tahun 1937.  Berdasarkan proses yang cukup panjang, akhirnya kawasan tersebut berubah status menjadi Taman Nasional pada tahun 1996.
Sejarah Kawasan TNTP
No
Tahun
Status Kawasan
Dasar Penetapan
1.
1937
Suaka Margasatwa Sampit
Besluit  Gouverneur-General van Nederlandsch-Indie No.39 tanggal 18 Agustus 1937 dengan luas 205.000 Ha, dan diumumkan dalam Lembaran Negara (Staatsblaad) tahun 1937 No. 495 tanggal 27 Agustus 1937. Berdasarkan Staatsblad 1941 No. 167, terdaftar sebagai Suaka Alam Kotawaringin seluas 100.000 Ha dan Suaka Alam Sampit seluas 205.000 Ha.  Alasan penunjukan berdasarkan fungsi Botanis dan Faunistis kawasan.
2.
1977
Suaka Margasatwa Tanjung Puting (SMTP)
Masuk dalam daftar salah satu Cagar Biosfer di Indonesia yang ditetapkan oleh UNESCO.
3.
1978
Suaka Margasatwa Tanjung Puting
SK Menteri Pertanian No.43/Kpts/DJ/I/1978 tanggal 8 April 1978, tentang Penetapan Kawasan Hutan. Luas SMTP berdasar BATB, ditetapkan seluas 270.040 Ha.
4.
1978
Suaka Margasatwa Tanjung Puting
SMTP diperluas menjadi 300.040 Ha, berdasarkan SK Menteri Pertanian No.698/Kpts/Um/11/1978 tanggal 13 Nopember 1978, tentang Penunjukan Areal Hutan diantara S. Serimbang dan S. Sigintung seluas ± 30.000 Ha yang terletak di Daerah Tk. II Kotawaringin Timur, Daerah Tk. I Kalimantan Tengah sebagai Suaka Alam cq. Suaka Margasatwa dan menggabungkannya menjadi satu dengan SMTP.
5.
1982
Calon Taman Nasional
Pernyataan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.736/Mentan/X/1982 tanggal 14 Oktober 1982, tentang Calon Taman-Taman Nasional, menyatakan SMTP sebagai Calon Taman Nasional dengan luas 355.000 Ha.
6.
1984
Calon Taman Nasional
Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Wilayah Kerja Taman Nasional, Direktur Jenderal PHPA melalui SK No.46/Kpts/VI-Sek/84 tanggal 11 Desember 1984, menetapkan wilayah kerja Taman Nasional Tanjung Puting adalah SMTP (300.040 Ha).
7.
1995
Calon Taman Nasional
Menteri Kehutanan melalui surat-surat No.1201/Menhut-IV/1995 tanggal 15 Agustus 1995, No.1202/Menhut-IV/1995 tanggal 15 Agustus 1995, menetapkan areal ex-HPH PT. Hesubazah seluas ± 90.000 Ha sebagai zone penyangga Taman Nasional Tanjung Puting.
8.
1996
Taman Nasional
Berdasar SK Menteri Kehutanan No.687/Kpts-II/1996 tanggal 25 Oktober 1996, tentang Perubahan Fungsi dan Penunjukkan Kawasan Hutan Yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Kotawaringin Barat dan Kabupaten Daerah Tingkat II Kotawaringin Timur, Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah seluas ± 415.040 Ha, terdiri dari Kawasan Suaka Margasatwa Tanjung Puting seluas ± 300.040 Ha, Hutan Produksi seluas ± 90.000 Ha dan Kawasan Perairan Di Sekitarnya seluas ± 25.000 Ha menjadi Taman Nasional dengan nama Taman Nasional Tanjung Puting.
9.
2009
KPHK Taman Nasional Tanjung Puting
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.SK.777/MENHUT-II/2009 tanggal 7 Desember 2009, TNTP ditetapkan sebagai wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Taman Nasional Tanjung Puting Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Kotawaringin Timur Provinsi Kalimantan Tengah seluas ± 415.040 Ha.

Letak dan Luas Taman Nasional Tanjung Puting

Taman Nasional Tanjung Puting secara administrasi pemerintahan berada di Provinsi Kalimantan Tengah, terletak dalam wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat (240.778 Ha/ 58% dari luas TNTP) dan wilayah Kabupaten Seruyan (174.202 H/ 41% dari luas TNTP).  Berdasarkan administrasi pemerintahan Kabupaten Kotawaringin Barat, Taman Nasional Tanjung Puting termasuk dalam wilayah Kecamatan Kumai dan Kecamatan Pangkalan Banteng.  Adapun dilihat dari administrasi pemerintahan Kabupaten Seruyan, termasuk dalam wilayah Kecamatan Hanau, Kecamatan Danau Sembuluh serta Kecamatan Seruyan Hilir.  Secara geografis terletak diantara 2°33’ 01” LS - 3°32’ 40”LS dan 111°42’ 12”BT - 112°14’ 11”BT dengan luas 415.040 Ha, dengan batas-batas :
§  Utara         : batas areal ex HPH Bina Samakta.
§  Timur        : batas areal ex HPH Bina Samakta, Sungai Segintung / batas areal ex
                    HPH Mulung Basidi.
§  Selatan      : Laut Jawa
§  Barat         : Mengacu pada tata-batas areal ex HPH Hezubasah.

Peta Kawasan TNTP

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/Menhut-ll/2006 Tentang Penetapan Zonasi Taman Nasional, zona taman nasional dibagi menjadi empat zona meliputi zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan dan zona lain.
Sistem Zonasi di TNTP
No.
Nama Zona
Luas
(Hektar)
Fungsi Kawasan
1.
Zona Inti
2229.088
Zona yang mutlak dilindungi serta tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia. Tidak boleh dikunjung oleh umum kecuali kepentingan penelitian dan tidak diperbolehkan adanya bangunan apapun.
2.
Zona Rimba
Daratan
Perairan
81.552
65.702
15.850
Memiliki potensi yang mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan. Dapat dilakukan perlindungan, pengawetan, pembinaan flora dan fauna beserta habitatnya bagi kepentingan penelitian, pendidikan konservasi, wisata terbatas, hatitat satwa migran, dan menunjang budidaya serta menukung zona inti.
3.
Zona Pemanfaatan

Intensif
Khusus
Tradisional
15.211

1.000
4.250
9.961
Pusat rekreasi dan kunjungan wisata. Adanya bangunan fasilitas untuk mendukung kegiatan wisata alam. Pemanfaaatan khusus memiliki kondisi yang tidak dapat dihindarkan karena telah terdapat kelompok masyarakat dan/atau sarana penunjang kehidupannya. Pemanfaatan tradisional oleh masyarakat lokal karena kesejahteraannya bergantung pada SDA.
4.
Zona Rehabilitasi
89.189
Bagian utama dari TN yang mengalami kerusakan sehingga perlu diadakan pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya yang mengalami kerusakan
Peta Zonasi Kawasan TNTP



Kondisi Fisik Kawasan


Iklim dan Hidrologi

Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, kawasan TNTP termasuk tipe A dengan nilai Q=10,5% dengan suhu minimum 18-21C dan suhu maksimum 31-33C.  Tipe iklim A merupakan tipe iklim sangat basah dengan jenis vegetasi hutan hujan tropis.  Pembagian iklim tersebut berdasarkan banyaknya curah hujan pada tiap bulan.  Rata-rata curah hujan tahunan 2.180 mm/tahun dan kelembaban nisbi rata-rata 84%.  Musim hujan terjadi pada bulan Oktober – April dan sebaliknya musim kemarau terjadi pada bulan Mei – September.
Klasifikasi Iklim Schmidt dan Ferguson
Tipe Iklim
Nilai Q
Keterangan :
A
0 - 14,3
Keterangan :
Bulan kering         : curah hujan < 60 mm
Bulan basah         : curah hujan > 100 mm
B
14,3 – 33,3
C
33,3 – 60,0
D
60,0 – 100

Kawasan TNTP terdiri dari tujuh Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Sekonyer, DAS Buluh Kecil, DAS Buluh Besar, DAS Cabang, DAS Perlu, DAS Segintung dan DAS Pembuang.  Aliran singai tersebut memiliki air berwarna coklat kehitaman yang mengalir dari bagian utara dan tengah kawasan taman nasional.  Aliran sungai tergolong tanang dan pelan namun dibeberapa tempat masih terpengaruh oleh adanya pasang surut.  Banjir sering terjadi dan danau terbentuk di daerah hulu sebagian besar terjadi pada musim hujan.
Selama musim kemarau, air payau dapat masuk ke daerah hulu sejauh ± 10 km, sepanjang Sungai Sekonyer.  Fluktuasi harian dari permukaan air Sungai Sekonyer yang terkait dengan adanya pasang surut dapat diukur sampai ± 15 km dari muara.  Fluktuasi musiman permukaan air di daerah rawa-rawa memiliki variasi rata-rata antara 1,5 sampai 2 meter dan di beberapa tempat bisa mencapai 3 meter.
Daerah Aliran Sungai di TNTP
No
DAS
Luas (Ha)
Persen (%)
1.
Sekonyer
44.907
11,21
2.
Buluh Kecil
61.387
15,32
3.
Buluh Besar
95.327
23,79
4.
Cabang
43.991
10,98
5.
Perlu
54.848
13,69
6.
Segintung
38.302
9,56
7.
Pembuang
61.858
15,44
Total
400.620
100,00

Tanah

Pada umumnya tanah di kawasan TNTP kurang subur dan hanya mampu mendukung usaha pertanian yang bersifat temporer.  Tanah bersifat sangat asam dengan pH 3,8 – 5,0.  Tanah disekitar sungai dicirikan dengan lapisan top soil yang berwarna abu-abu kecoklatan dan lapisan sub soil yang lengket berwarna abu-abu kecoklatan.  Pada rawa-rawa di daerah hulu, tanahnya memiliki kandungan unsur organik yang lebih tinggi dari formasi gambut yang tersebar luas dengan kedalaman sampai 2m.  Terdapat enam jenis tanah di TNTP yang mengacu pada kategori great group (USDA, 1998).
Jenis Tanah di TNTP
No
Jenis Tanah
Luas (Ha)
Persen (%)
Keterangan
1
Fluvaquents
11.648
3,22
Tanah yg selalu jenuh air, berwana kelabu atau menunjukan sifat hidromorfik lain
2
Placoquoas
206.116
56,90
Tanah dgn horison penimbunan besi, aluminium, oksida & bahan organik. Mempunyai horison albik
3
Tropemisis
23.681
6,54
Tanah organik yg ketebalannya > 50cm.
4
Tropofluvents
1.754
0,48
Tanah berasal dari endapan baru & berlapis-lapis, bahan organik jumlahnya tidak teratur dgn kedalaman. Hanya terdapat epipedon ochrik, sulfurik & kandungan pasir < 60%.
5
Tropopsamments
3.034
0,84
Tanah bertekstur kasar dari bahan albik yang terdapat pada kedalaman < 50cm. Tidak memiliki horison penciri kecuali epipedon ochrik.
6
Tropoquepts
1.303
0,36
Tanah yg selalu jenuh air, berwana kelabu atau menunjukan sifat hidromorfik lain
7
Perairan
22.762
6,28


8
Belum Teridentifikasi
91.922
25,38


Total
362.220
100,00


Geologi dan Topografi

Geologi kawasan TNTP berumur relatif masih muda yang sebagaian besar berupa sedimen aluvial dengan bentuk fisik tanah berlumpur dan miskin hara.  Kawasan TNTP memiliki topografi dari datar sampai bergelombang dengan ketinggian 0 – 11 mdpl.  Pada bagian Utara terdapat beberapa punggung dari pegunungan yang rendah dan bergelombang serta umumnya mengarah keselatan.  Pada bagian Selatan Sungai Sekonyer tidak terdapat pegunungan atau bukit.  Lokasi tertinggi yang ada di TNTP berada di SPTN I, wilayah Resort Pembuang Hulu.


      Keadaan Masyarakat
Secara antropologis, masyarakat di sekitar kawasan TNTP merupakan perpaduan beberapa entik yang berbeda.  Penduduk di Kecamatan Kumai termasuk Suku Melayu dan Dayak Mendawai yang merupakan penduduk asli serta Suku Jawa, Madura dan Bugis yang merupakan pendatang.  Kaum pendatang telah dianggap sebagai penduduk asli mengingat secara historis mereka telah bermukim secara turun temurun dalam beberapa generasi.  Adapun penduduk di Kabupaten Seruyan tergolong Suku Melayu, Banjar dan pendatang dari Jawa.  Pemukiman dan desa tidak eksklusif satu etnik tertentu saja tapi telah membaur antarsuku sehingga tercipta koeksistensi damai.



Biotik

Flora

Taman Nasional Tanjung Puting memiliki beberapa tipe ekosistem yang terdiri dari hutan hujan tropika dataran rendah, hutan tanah kering, hutan rawa air tawar, hutan mangrove, hutan pantai, dan hutan sekunder.  Kawasan ini didominasi oleh tumbuhan hutan dataran rendah seperti jelutung (Dyera costulata), ramin (Gonystylus bancanus), meranti (Shorea sp.) dan  keruing (Dipterocarpus sp.). serta dinyatakan sebagai lokasi penghasil bibit/ benih kayu hutan berkualitas.  Hutan di TNTP juga banyak ditemukan tumbuhan epivit dan liana seperti kantong semar (Nephentes sp.) dan rotan.
Tipe Tutupan Lahan
No
Penutupan Lahan
Luas  (Ha)
Persen (%)
1
Hutan Rawa Primer
84.289,64
20,31
2
Hutan Rawa Sekunder
84.055,01
20,25
3
Hutan Mangrove Sekunder
1.517,81
0,37
4
Rawa
92.833,92
22,37
5
Semak/Belukar
3.680,59
0,89
6
Semak/Belukar Rawa
97.866,00
23,58
7
Tanah Terbuka
9.023,26
2,17
8
Pemukiman
791,06
0,19
9
Savanna
6.308,04
1,52
10
Tambak
286,19
0,07
11
Tubuh Air
34.389,47
8,29
Total
415.040,47
100,00


        (a) Keramuntung Kodok                     (b)Kantong Semar (Nephentes sp) 


Fauna
Kekayaan fauna Taman Nasional Tanjung Puting meliputi mamalia, reptilia, dan burung.  Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting dihuni oleh sekitar 38 jenis mamalia. diantaranya 9 jenis primata, yaitu : orangutan (Pongo pygmaeus), bekantan (Nasalis larvatus), owa-owa (Hylobates agilis), lutung (Presbytis cristata), beruk (Macaca nemestrina), kelasi (Presbytis rubicunda), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kukang (Nycticebus coucang), tarsius (Tarsius sp.) Jenis-jenis mamalia besar yang dapat seperti rusa sambar (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak), kancil (tragulus javanicus), beruang madu (Helarctos malayanus) dan babi hutan (Sus barbatus) juga dapat dijumpai di kawasan ini.  Bahkan, beberapa jenis mamalia air seperti duyung (Dugong dugon) dan lumba-lumba dilaporkan pernah terlihat di perairan sekitar kawasan Taman Nasional Tanjung Puting.
Beberapa jenis reptil dapat ditemukan di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting, termasuk diantaranya adalah buaya sinyong supit (Tomistoma schlegel), buaya muara (Crocodilus porosus), dan bidawang (Trionyx cartilagenous).  Adapun untuk burung, tercatat ada lebih dari 200 jenis yang hidup di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting.  Taman nasional ini juga merupakan habitat bagi salah satu jenis burung yang termasuk jenis 20 burung terlangka di dunia, yaitu sindang lawe (Ciconia stormi).  Tanjung Puting juga merupakan salah satu tempat untuk semua jenis koloni burung migran “great alba” seperti egreta alba, arhinga melanogaster, dan ardea purpurea. Kawasan ini juga banyak ditemukan ribuan jenis serangga.

(a)               (b)                 (c)               (d)              (e)
(a) Kucing Hutan (Felis bengalensis), (b) Tarsius (Tarsius sp.), (c) Ular (Psammodynastes pictus) (d) Tupai dan (e) Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

Potensi dan Sumberdaya Wisata

        Taman Nasional Tanjung Puting memiliki sumberdaya alam yang luar biasa. Kegiatan wisata di Taman Nasional Tanjung Puting dirancang sedemikian rupa sehingga mampu menarik minat wisatawan.  Perjalanan menuju kawasan taman nasional dapat ditempuh menggunakan alat transportasi air berupa Kelotok, Alkon dan Speedboat.  Selama perjalanan, wisatawan terlebih dahulu akan melihat vegetasi nipah kemudian hutan rawa dataran rendah.  Apabila beruntung wisatawan dapat berjumpa dengan orangutan, bekantan, burung–burung dan buaya selama perjalanan.  Tempat yang menarik untuk dikunjungi diantaranya Tanjung Harapan, Pondok Tanngui dan Camp Leakey.

Tanjung Harapan

     Tanjung Harapan merupakan pintu masuk kawasan TNTP ditempuh selama 45 menit dari dermaga pengunjung di Kumai.  Setiap wisatawan yang masuk ke dalam kawasan taman nasional wajib berhenti di pos kontrol tiket untuk mendapatkan cap – tanda masuk kawasan – sebelum melanjutkan perjalanan.  Wilayah ini juga merupakan zona pemanfaatan yang dikembangkan untuk kegiatan wisata alam yang dilengkapi dengan pusat informasi, wisma tamu dan menara pengamat.
     Kegiatan wisata yang dikembangkan di kawasan ini antara lain feeding orangutan setiap pukul 15:00 WIB tiap harinya.  Terdapat jalur tracking sepanjang 22 km dari Tanjung Harapan – Pesalat – Pondok Tanggui.  Kawasan ini juga memiliki demplot tanaman anggrek dan demplot tanaman obat.  Kegiatan yang menarik lagi adalah di sini kita dapat menanam pohon kenangan.  Tiap pohon yang ditanam akan diberikan papan nama yang bertuliskan nama penanam, tanggal, dan asal.  Kegiatan penanaman pohon kenangan mengajak wisatawan untuk turut berkontribusi dalam penghijauan lahan dan mengembalikan hutan pasca terbakar.
                                                (a)                                (b)                             (c)
(a) Pusat Informasi, (b) Penanaman Pohon Kenangan, dan (c) feeding Orangutan

Desa Sungai Sekonyer (Tanjung Harapan)

        Desa Sekonyer adalah sebuah pemukiman masyarakat yang berada di aliran sungai Sekonyer, tepat berada di seberang Pos Resort Tanjung Harapan.  Desa ini terdiri dari ± 250 kepala keluarga.  Sebagain besar mata pencaharian masyarakat adalah bertani dan mencari ikan di sungai.  Pada awalnya masyarakat desa Sekonyer bermukim di dalam kawasan taman nasional. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya makam dan lahan bekas pertanian masyarakat.
        Wisatawan dapat singgah sebentar di desa ini untuk membeli souvenir berupa kaos – kaos Tanjung Puting dan kerajinan tangan masyarakat setempat seperti gelang beruta, tas dari anyaman, mandau serta sumpitan.  Wisatawan yang ingin lebih lama tinggal di Desa Sekonyer dapat menginap di home stay milik masyarakat.
                                                  (a)                               (b)                              (c)
(a) Dermaga Desa Sekonyer, (b) Jalan Desa dan (c) Home stay

Pesalat dan Beguruh

Pesalat merupakan zona pemanfaatan khusus untuk kegiatan rehabilitasi kawasan.  Wilayah ini mempunyai daya tarik wisata alam tersendiri karena wisatawan dapat melakukan penanaman pohon konservasi dengan diberi nama si penanam.  Tempat yang dijadikan lokasi penanaman pohon adalah di area bekas terbakar pada tahun 2006 silam.  Pesalat ini merupakan pusat pendidikan konservasi dan terdapat juga Camping Ground bagi yang ingin berkemah di tengah hutan.  Pada area ini terdapat tempat pembibitan jenis pohon yang akan digunakan untuk merehabilitasi kawasan.
Adapun di Beguruh terdapat dua area rehabilitasi orangutan.  Lokasi rehabiliasi orangutan tersebut berjarak ± 8 km dari Tanjung Harapan dan tidak diperkenankan adanya kegiatan wisata.
                                         (a)                            (b)                             (c)
(a) Dermaga Pesalat, (b) Camping Ground dan (c) Lokasi Penanaman Pohon di Hutan Pasca Terbakar

Pondok Tanggui

Wilayah ini merupakan zona pemanfaatan khusus untuk rehabilitasi Orangutan remaja dan semi liar. Lokasi rehabilitasi Orangutan di TNTP ini merupakan daya tarik tersendiri karena dilakukan atraksi pemberian makan (Feeding) kepada Orangutan yang dapat dinikmati pada jam 9 pagi.  Pada lokasi ini, wisatawan dapat melakukan tracking menuju Pesalat – Tanjung Harapan.
    (a)                          (b)                            (c)                 
(a) Sign Board, (b) Jembatan Pondok Tanggui dan (c) Feeding Orangutan

Pondok Ambung

Pondok Ambung merupakan stasiun riset untuk penelitian berbagai flora dan fauna pada semua tipe habitat yang terdapat di TNTP.  Pondok Ambung terletak di antara Pos Muara Ali dan Camp Leakey.  Didirikan pada tahun 1989 oleh mitra balai taman nasional, Orangutan Foundation International (OFI).  Stasiun penelitian ini kemudian direnovasi kembali pada tahun 2005 dan saat ini di kelola oleh Orangutan Foundation United Kingdom (OFUK).  Banyak peneliti dari dalam negeri maupun luar negeri melakukan penelitian di tempat ini, diantaranya penelitian tentang Buaya Sapit (Tomistoma Schelegelii), Bekantan (Nasalis larvatus), berbagai jenis ular dan satwa lainnya.  
      Pondok Ambung

Camp Leakey

Camp Leakey merupakan zona pemanfaatan khusus yang menjadi tempat penelitian serta rehabilitasi Orangutan dewasa.  Pada awalnya Camp Leakey merupakan lokasi penelitian mahasiswa bernama Birute M.F Galdikas pada tahun 1971 yang didukung oleh Direktorat PPA (Ditjen PHKA saat ini).  Tempat ini terkenal sebagai destinasi wisata singkat untuk melihat Orangutan rehabilitan baik yang sudah liar maupun semi liar.  Tempat ini juga juga seringkali didatangi kru-kru film dari dalam dan luar negeri untuk dijadikan lokasi pengambilan film dokumenter mengenai Orangutan dan Hutan Kalimantan.
Rehabilitasi/peliaran Orangutan hasil kerjasama Ditjen PHKA dengan OFI yang dipimpin oleh Prof. Dr. Birute M.F Galdikas, melalui kegiatan feeding yang pada awalnya sebagai pakan tambahan bagi Orangutan rehabilitan hasil sitaan/penyerahan dari masyarakat, agar dapat survive dengan mengandalkan suplay makanan di alam aslinya.  Kegiatan pemberian makanan tambahan, dalam perkembangannya ternyata menjadi atraksi wisata bagi wisatawan, sehingga kegiatan feeding bagi orangutan tetap berlangsung sampai saat ini. Keiatan wisata lain yang dapat dilakukan oleh wisatawan adalah tracking untuk melihat vegetasi hutan yang biasa digunakan oleh para ranger untuk mencari orangutan liar.
                                         (a)                                    (b)                                 (c)
(a) Dermaga dan Kelotok, (b) Pusat Informasi dan (c) Feeding Orangutan

Sungai Buluh Besar dan Sungai Buluh Kecil.

Sungai Buluh Besar dan Kecil masuk ke dalam zone pemanfaatan terbatas yang mempunyai panorama alam yang sangat indah, apalagi menjelang matahari terbenam. Wilayah tersebut masih terdapat orangutan liar dan sangat cocok untuk kegiatan pengamatan burung (bird watching). Akses menuju tempat tersebut agak sulit karena harus melewati laut yang perlu diperhitungkan gelombangnya. Adapun untuk berkunjung ke tempat ini disarankan pada musim kemarau yaitu antara bulan Juni - September.
                                                          (a)                                             (b)
(a) Sungai dan (b) Tepi Laut
Sungai Sekonyer
Sungai Sekonyer yang merupakan pintu masuk wisatawan dari Pangkalan Bun ke Tanjung Puting.  Sayangnya, aliran sungai ini telah tercemar limbah penambangan emas/ puya di hulu sungai sehingga airnya jadi berwarna kopi susu.  Namun demikian, masih dapat dijumpai aliran sungai yang berwarna coklat kehitaman atau serupa dengan warna coca-cola. Air yang berwarna coklat kehitaman ini diakibatkan oleh endapan humus dari daun yang berguguran di dasar hutan.  
  (a)                                                                    (b)                                    (c)
 (a) Sungai Sekonyer yang tercemar PETA (b) Sungai Sekonyer Kanan dan (c) Pemandangan sore hari.