A guide book is a book for tourists or travelers that provides details about a geographic location, tourist destination, or itinerary. It is the written equivalent of a tour guide. Many travel guides now take the form of travel websites rather than printed books.
It will usually include details such as phone numbers, addresses, prices and reviews of hotels and other lodgings, restaurants, and activities. Maps of varying detail are often included. Sometimes historical and cultural information is also provided. Guide books are generally intended to be used in conjunction with actual travel, although simply enjoying a guide book with little or no intention of visiting may be referred to as "armchair tourism".
Tourism Information Centre Tanjung Puting National Park
Minggu, 29 Juli 2012
Senin, 25 Juni 2012
Profil Kawasan Taman
Nasional Tanjung Puting
Taman Nasional Tanjung Puting
sebagaimana ditetapkan dalam SK Diraktur Jendral PHKA No. 69/VI-Set/HO/2006
merupakan salah satu taman nasional model yang diprioritaskan untuk dikelola
dengan optimal sesuai dengan karakteristik potensi kawasan. Taman Nasional Tanjung Puting memiliki
beberapa tipe ekosistem yang terdiri dari hutan hujan tropika dataran rendah,
hutan tanah kering, hutan rawa air tawar, hutan mangrove, hutan pantai, dan
hutan sekunder dengan flora dan fauna yang beragam.
Taman Nasional Tanjung Puting
adalah rumah bagi berbagai macam spesies
yang unik. Terdapat lebih dari 600 jenis
pohon, 200 jenis Anggrek, 250 spesies burung, 28 jenis mamalia besar, dan 9
spesies primata serta berbagai jenis reptil dan ribuan serangga lainnya. Spesies yang paling terkenal dan menjadikan
taman nasional ini terkenal adalah Orangutan (Pongo pygmaeus) dan Bekantan (Nasalis
larvatus), monyet besar yang hanya dapat ditemukan di Kalimantan. Tanjung
Puting juga dikenal sebagai lokasi penelitian Orangutan terlama di dunia.
Sejarah Kawasan Taman
Nasional Tanjung Puting
Berdasarkan
data Arsip Nasional Republik Indonesia, proses penunjukan Taman Nasional
Tanjung Puting yang pada awalnya Suaka Margasatwa Sampit, telah
dimulai sejak tahun 1937. Berdasarkan proses
yang cukup panjang, akhirnya kawasan tersebut berubah status menjadi Taman Nasional
pada tahun 1996.
Sejarah Kawasan TNTP
No
|
Tahun
|
Status Kawasan
|
Dasar Penetapan
|
1.
|
1937
|
Suaka
Margasatwa Sampit
|
Besluit Gouverneur-General van Nederlandsch-Indie
No.39 tanggal 18 Agustus 1937 dengan luas 205.000 Ha, dan diumumkan dalam
Lembaran Negara (Staatsblaad) tahun 1937 No. 495
tanggal 27 Agustus 1937. Berdasarkan Staatsblad 1941 No. 167, terdaftar
sebagai Suaka Alam Kotawaringin seluas 100.000 Ha dan Suaka Alam Sampit
seluas 205.000 Ha. Alasan penunjukan
berdasarkan fungsi Botanis dan Faunistis kawasan.
|
2.
|
1977
|
Suaka
Margasatwa Tanjung Puting (SMTP)
|
Masuk dalam daftar salah satu Cagar Biosfer di Indonesia yang ditetapkan
oleh UNESCO.
|
3.
|
1978
|
Suaka
Margasatwa Tanjung Puting
|
SK
Menteri Pertanian No.43/Kpts/DJ/I/1978 tanggal 8 April 1978, tentang
Penetapan Kawasan Hutan. Luas SMTP berdasar BATB, ditetapkan seluas
270.040 Ha.
|
4.
|
1978
|
Suaka
Margasatwa Tanjung Puting
|
SMTP
diperluas menjadi 300.040 Ha, berdasarkan SK
Menteri Pertanian No.698/Kpts/Um/11/1978 tanggal 13
Nopember 1978, tentang Penunjukan Areal Hutan diantara S. Serimbang dan S.
Sigintung seluas ± 30.000 Ha yang terletak di Daerah Tk. II Kotawaringin
Timur, Daerah Tk. I Kalimantan Tengah sebagai Suaka Alam cq. Suaka Margasatwa
dan menggabungkannya menjadi satu dengan SMTP.
|
5.
|
1982
|
Calon
Taman Nasional
|
Pernyataan
Menteri Pertanian Republik Indonesia No.736/Mentan/X/1982 tanggal 14 Oktober
1982, tentang Calon Taman-Taman Nasional, menyatakan SMTP
sebagai Calon Taman Nasional dengan luas 355.000 Ha.
|
6.
|
1984
|
Calon
Taman Nasional
|
Menteri
Kehutanan tentang Penunjukan Wilayah Kerja Taman Nasional, Direktur Jenderal
PHPA melalui SK No.46/Kpts/VI-Sek/84 tanggal 11 Desember 1984, menetapkan
wilayah kerja Taman Nasional Tanjung Puting adalah SMTP
(300.040 Ha).
|
7.
|
1995
|
Calon
Taman Nasional
|
Menteri
Kehutanan melalui surat-surat No.1201/Menhut-IV/1995 tanggal 15 Agustus 1995,
No.1202/Menhut-IV/1995 tanggal 15 Agustus 1995, menetapkan areal ex-HPH PT. Hesubazah seluas ±
90.000 Ha sebagai zone penyangga Taman Nasional Tanjung Puting.
|
8.
|
1996
|
Taman
Nasional
|
Berdasar
SK Menteri Kehutanan No.687/Kpts-II/1996 tanggal 25 Oktober 1996, tentang
Perubahan Fungsi dan Penunjukkan Kawasan Hutan Yang terletak di Kabupaten
Daerah Tingkat II Kotawaringin Barat dan Kabupaten Daerah Tingkat II
Kotawaringin Timur, Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah seluas ±
415.040 Ha,
terdiri dari Kawasan Suaka Margasatwa Tanjung Puting seluas ± 300.040 Ha,
Hutan Produksi seluas ± 90.000 Ha
dan Kawasan Perairan Di Sekitarnya seluas ± 25.000 Ha
menjadi Taman Nasional dengan nama Taman Nasional Tanjung Puting.
|
9.
|
2009
|
KPHK
Taman Nasional Tanjung Puting
|
Berdasarkan
Keputusan Menteri Kehutanan No.SK.777/MENHUT-II/2009 tanggal 7 Desember 2009,
TNTP ditetapkan sebagai wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK)
Taman Nasional Tanjung Puting Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten
Kotawaringin Timur Provinsi Kalimantan Tengah seluas ± 415.040
Ha.
|
Letak dan Luas Taman Nasional Tanjung Puting
Taman Nasional Tanjung Puting secara
administrasi pemerintahan berada di Provinsi Kalimantan Tengah, terletak dalam
wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat (240.778 Ha/ 58% dari luas TNTP) dan
wilayah Kabupaten Seruyan (174.202 H/ 41% dari luas TNTP). Berdasarkan administrasi pemerintahan
Kabupaten Kotawaringin Barat, Taman Nasional Tanjung Puting termasuk dalam
wilayah Kecamatan Kumai dan Kecamatan Pangkalan Banteng. Adapun dilihat dari administrasi pemerintahan
Kabupaten Seruyan, termasuk dalam wilayah Kecamatan Hanau, Kecamatan Danau
Sembuluh serta Kecamatan Seruyan Hilir.
Secara geografis terletak diantara 2°33’ 01” LS - 3°32’ 40”LS dan 111°42’
12”BT - 112°14’ 11”BT dengan luas 415.040 Ha, dengan batas-batas :
§ Utara : batas areal ex
HPH Bina Samakta.
§ Timur
:
batas areal ex HPH Bina Samakta, Sungai Segintung / batas
areal ex
HPH Mulung Basidi.
§ Selatan : Laut Jawa
§ Barat : Mengacu
pada tata-batas areal ex HPH Hezubasah.
Peta Kawasan TNTP |
Berdasarkan Peraturan Menteri
Kehutanan No. P.56/Menhut-ll/2006 Tentang Penetapan
Zonasi Taman Nasional, zona taman nasional dibagi menjadi empat zona meliputi
zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan dan zona lain.
Sistem Zonasi di TNTP
No.
|
Nama Zona
|
Luas
(Hektar)
|
Fungsi Kawasan
|
1.
|
Zona Inti
|
2229.088
|
Zona yang
mutlak dilindungi serta tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh
aktivitas manusia. Tidak boleh dikunjung oleh umum kecuali kepentingan
penelitian dan tidak diperbolehkan adanya bangunan apapun.
|
2.
|
Zona Rimba
Daratan
Perairan
|
81.552
65.702
15.850
|
Memiliki
potensi yang mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona
pemanfaatan. Dapat dilakukan perlindungan, pengawetan, pembinaan flora dan
fauna beserta habitatnya bagi kepentingan penelitian, pendidikan konservasi,
wisata terbatas, hatitat satwa migran, dan menunjang budidaya serta menukung
zona inti.
|
3.
|
Zona
Pemanfaatan
Intensif
Khusus
Tradisional
|
15.211
1.000
4.250
9.961
|
Pusat
rekreasi dan kunjungan wisata. Adanya bangunan fasilitas untuk mendukung
kegiatan wisata alam. Pemanfaaatan khusus memiliki kondisi yang tidak dapat
dihindarkan karena telah terdapat kelompok masyarakat dan/atau sarana
penunjang kehidupannya. Pemanfaatan tradisional oleh masyarakat lokal karena
kesejahteraannya bergantung pada SDA.
|
4.
|
Zona
Rehabilitasi
|
89.189
|
Bagian
utama dari TN yang mengalami kerusakan sehingga perlu diadakan pemulihan
komunitas hayati dan ekosistemnya yang mengalami kerusakan
|
Kondisi
Fisik Kawasan
Iklim dan Hidrologi
Berdasarkan
klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, kawasan TNTP termasuk tipe A dengan
nilai Q=10,5% dengan suhu minimum 18-21⁰C dan suhu maksimum 31-33⁰C. Tipe
iklim A merupakan tipe iklim sangat basah dengan jenis vegetasi hutan hujan
tropis. Pembagian iklim tersebut
berdasarkan banyaknya curah hujan pada tiap bulan. Rata-rata curah hujan tahunan 2.180 mm/tahun
dan kelembaban nisbi rata-rata 84%. Musim hujan terjadi pada bulan Oktober –
April dan sebaliknya musim kemarau terjadi pada bulan Mei – September.
Klasifikasi Iklim Schmidt dan Ferguson
Tipe Iklim
|
Nilai Q
|
Keterangan :
|
A
|
0 - 14,3
|
Keterangan
:
Bulan
kering : curah hujan < 60 mm
Bulan basah : curah hujan > 100 mm
|
B
|
14,3 – 33,3
|
|
C
|
33,3 – 60,0
|
|
D
|
60,0 – 100
|
Kawasan
TNTP terdiri dari tujuh Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Sekonyer, DAS
Buluh Kecil, DAS Buluh Besar, DAS Cabang, DAS Perlu, DAS Segintung dan DAS
Pembuang. Aliran singai tersebut
memiliki air berwarna coklat kehitaman yang mengalir dari bagian utara dan
tengah kawasan taman nasional. Aliran
sungai tergolong tanang dan pelan namun dibeberapa tempat masih terpengaruh
oleh adanya pasang surut. Banjir sering
terjadi dan danau terbentuk di daerah hulu sebagian besar terjadi pada musim
hujan.
Selama
musim kemarau, air payau dapat masuk ke daerah hulu sejauh ± 10 km, sepanjang
Sungai Sekonyer. Fluktuasi harian dari
permukaan air Sungai Sekonyer yang terkait dengan adanya pasang surut dapat
diukur sampai ± 15 km dari muara. Fluktuasi
musiman permukaan air di daerah rawa-rawa memiliki variasi rata-rata antara 1,5
sampai 2 meter dan di beberapa tempat bisa mencapai 3 meter.
Daerah Aliran Sungai di TNTP
No
|
DAS
|
Luas (Ha)
|
Persen (%)
|
1.
|
Sekonyer
|
44.907
|
11,21
|
2.
|
Buluh Kecil
|
61.387
|
15,32
|
3.
|
Buluh Besar
|
95.327
|
23,79
|
4.
|
Cabang
|
43.991
|
10,98
|
5.
|
Perlu
|
54.848
|
13,69
|
6.
|
Segintung
|
38.302
|
9,56
|
7.
|
Pembuang
|
61.858
|
15,44
|
Total
|
400.620
|
100,00
|
Tanah
Pada
umumnya tanah di kawasan TNTP kurang subur dan hanya mampu mendukung usaha
pertanian yang bersifat temporer. Tanah
bersifat sangat asam dengan pH 3,8 – 5,0. Tanah disekitar sungai dicirikan dengan
lapisan top soil yang berwarna
abu-abu kecoklatan dan lapisan sub soil yang
lengket berwarna abu-abu kecoklatan. Pada
rawa-rawa di daerah hulu, tanahnya memiliki kandungan unsur organik yang lebih
tinggi dari formasi gambut yang tersebar luas dengan kedalaman sampai 2m. Terdapat enam jenis tanah di TNTP yang
mengacu pada kategori great group (USDA,
1998).
Jenis Tanah di TNTP
No
|
Jenis Tanah
|
Luas (Ha)
|
Persen (%)
|
Keterangan
|
1
|
Fluvaquents
|
11.648
|
3,22
|
Tanah yg selalu jenuh air, berwana kelabu atau menunjukan
sifat hidromorfik lain
|
2
|
Placoquoas
|
206.116
|
56,90
|
Tanah dgn horison penimbunan besi, aluminium, oksida
& bahan organik. Mempunyai horison albik
|
3
|
Tropemisis
|
23.681
|
6,54
|
Tanah organik yg ketebalannya > 50cm.
|
4
|
Tropofluvents
|
1.754
|
0,48
|
Tanah berasal dari endapan baru &
berlapis-lapis, bahan organik jumlahnya tidak teratur dgn kedalaman. Hanya
terdapat epipedon ochrik, sulfurik & kandungan pasir < 60%.
|
5
|
Tropopsamments
|
3.034
|
0,84
|
Tanah bertekstur kasar dari bahan albik yang
terdapat pada kedalaman < 50cm. Tidak memiliki horison penciri kecuali
epipedon ochrik.
|
6
|
Tropoquepts
|
1.303
|
0,36
|
Tanah yg selalu jenuh air, berwana kelabu atau
menunjukan sifat hidromorfik lain
|
7
|
Perairan
|
22.762
|
6,28
|
|
8
|
Belum Teridentifikasi
|
91.922
|
25,38
|
|
Total
|
362.220
|
100,00
|
Geologi
dan Topografi
Geologi
kawasan TNTP berumur relatif masih muda yang sebagaian besar berupa sedimen
aluvial dengan bentuk fisik tanah berlumpur dan miskin hara. Kawasan TNTP memiliki topografi dari datar
sampai bergelombang dengan ketinggian 0 – 11 mdpl. Pada bagian Utara terdapat beberapa punggung
dari pegunungan yang rendah dan bergelombang serta umumnya mengarah keselatan. Pada bagian Selatan Sungai Sekonyer tidak
terdapat pegunungan atau bukit. Lokasi
tertinggi yang ada di TNTP berada di SPTN I, wilayah Resort Pembuang Hulu.
Keadaan Masyarakat
Keadaan Masyarakat
Secara antropologis,
masyarakat di sekitar kawasan TNTP merupakan perpaduan beberapa entik yang
berbeda. Penduduk di Kecamatan Kumai
termasuk Suku Melayu dan Dayak Mendawai yang merupakan penduduk asli serta Suku
Jawa, Madura dan Bugis yang merupakan pendatang. Kaum pendatang telah dianggap sebagai
penduduk asli mengingat secara historis mereka telah bermukim secara turun
temurun dalam beberapa generasi. Adapun penduduk di Kabupaten Seruyan tergolong Suku Melayu, Banjar dan
pendatang dari Jawa. Pemukiman dan desa
tidak eksklusif satu etnik tertentu saja tapi telah membaur antarsuku sehingga
tercipta koeksistensi damai.
Biotik
Flora
Taman Nasional Tanjung Puting memiliki
beberapa tipe ekosistem yang terdiri dari hutan hujan tropika dataran rendah,
hutan tanah kering, hutan rawa air tawar, hutan mangrove, hutan pantai, dan
hutan sekunder. Kawasan ini didominasi oleh tumbuhan hutan dataran rendah
seperti jelutung (Dyera costulata), ramin
(Gonystylus bancanus), meranti (Shorea sp.) dan keruing (Dipterocarpus sp.). serta dinyatakan sebagai
lokasi penghasil bibit/ benih kayu hutan berkualitas. Hutan di TNTP juga banyak ditemukan tumbuhan
epivit dan liana seperti kantong semar (Nephentes
sp.) dan rotan.
Tipe Tutupan Lahan
No
|
Penutupan Lahan
|
Luas (Ha)
|
Persen (%)
|
1
|
Hutan Rawa
Primer
|
84.289,64
|
20,31
|
2
|
Hutan Rawa
Sekunder
|
84.055,01
|
20,25
|
3
|
Hutan
Mangrove Sekunder
|
1.517,81
|
0,37
|
4
|
Rawa
|
92.833,92
|
22,37
|
5
|
Semak/Belukar
|
3.680,59
|
0,89
|
6
|
Semak/Belukar
Rawa
|
97.866,00
|
23,58
|
7
|
Tanah
Terbuka
|
9.023,26
|
2,17
|
8
|
Pemukiman
|
791,06
|
0,19
|
9
|
Savanna
|
6.308,04
|
1,52
|
10
|
Tambak
|
286,19
|
0,07
|
11
|
Tubuh Air
|
34.389,47
|
8,29
|
Total
|
415.040,47
|
100,00
|
(a) Keramuntung Kodok (b)Kantong Semar (Nephentes sp)
Fauna
Fauna
Kekayaan
fauna Taman Nasional
Tanjung Puting meliputi mamalia, reptilia, dan burung. Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting dihuni
oleh sekitar 38 jenis mamalia. diantaranya 9 jenis primata, yaitu : orangutan (Pongo pygmaeus), bekantan (Nasalis larvatus), owa-owa (Hylobates agilis), lutung (Presbytis cristata), beruk (Macaca nemestrina), kelasi (Presbytis rubicunda), monyet ekor
panjang (Macaca fascicularis), kukang
(Nycticebus coucang), tarsius (Tarsius sp.) Jenis-jenis
mamalia besar yang dapat seperti rusa sambar (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak), kancil (tragulus
javanicus), beruang madu (Helarctos malayanus) dan babi hutan (Sus
barbatus) juga dapat dijumpai di kawasan ini. Bahkan, beberapa jenis mamalia air seperti duyung
(Dugong dugon) dan lumba-lumba dilaporkan pernah terlihat di perairan
sekitar kawasan Taman Nasional Tanjung Puting.
Beberapa jenis reptil dapat ditemukan di kawasan Taman
Nasional Tanjung Puting, termasuk diantaranya adalah buaya sinyong supit (Tomistoma
schlegel), buaya muara (Crocodilus porosus), dan bidawang
(Trionyx cartilagenous). Adapun
untuk burung, tercatat ada lebih dari 200 jenis yang hidup di kawasan Taman
Nasional Tanjung Puting. Taman nasional
ini juga merupakan habitat bagi salah satu jenis burung yang termasuk jenis 20
burung terlangka di dunia, yaitu sindang
lawe (Ciconia stormi). Tanjung Puting juga merupakan salah satu
tempat untuk semua jenis koloni burung migran “great alba” seperti egreta
alba, arhinga melanogaster, dan ardea purpurea. Kawasan ini
juga banyak ditemukan ribuan jenis serangga.
(a) (b) (c) (d) (e)
(a) Kucing Hutan (Felis bengalensis), (b) Tarsius (Tarsius sp.), (c) Ular (Psammodynastes pictus) (d) Tupai dan (e) Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
Potensi
dan Sumberdaya Wisata
Taman
Nasional Tanjung Puting memiliki sumberdaya alam yang luar biasa. Kegiatan
wisata di Taman Nasional Tanjung Puting dirancang sedemikian rupa sehingga
mampu menarik minat wisatawan. Perjalanan
menuju kawasan taman nasional dapat ditempuh menggunakan alat transportasi air
berupa Kelotok, Alkon dan Speedboat. Selama perjalanan, wisatawan terlebih dahulu
akan melihat vegetasi nipah kemudian hutan rawa dataran rendah. Apabila beruntung wisatawan dapat berjumpa
dengan orangutan, bekantan, burung–burung dan buaya selama perjalanan. Tempat yang menarik untuk dikunjungi
diantaranya Tanjung Harapan, Pondok Tanngui dan Camp Leakey.
Tanjung Harapan
Tanjung
Harapan merupakan pintu masuk kawasan TNTP ditempuh selama 45 menit dari
dermaga pengunjung di Kumai. Setiap
wisatawan yang masuk ke dalam kawasan taman nasional wajib berhenti di pos
kontrol tiket untuk mendapatkan cap – tanda masuk kawasan – sebelum melanjutkan
perjalanan. Wilayah ini juga merupakan
zona pemanfaatan yang dikembangkan untuk kegiatan wisata alam yang dilengkapi
dengan pusat informasi, wisma tamu dan menara pengamat.
Kegiatan
wisata yang dikembangkan di kawasan ini antara lain feeding orangutan setiap pukul 15:00 WIB tiap harinya. Terdapat jalur tracking sepanjang 22 km dari Tanjung Harapan – Pesalat – Pondok
Tanggui. Kawasan ini juga memiliki
demplot tanaman anggrek dan demplot tanaman obat. Kegiatan yang menarik lagi adalah di sini
kita dapat menanam pohon kenangan. Tiap
pohon yang ditanam akan diberikan papan nama yang bertuliskan nama penanam,
tanggal, dan asal. Kegiatan penanaman
pohon kenangan mengajak wisatawan untuk turut berkontribusi dalam penghijauan
lahan dan mengembalikan hutan pasca terbakar.
(a) (b) (c)
(a) Pusat Informasi, (b) Penanaman Pohon Kenangan, dan (c) feeding Orangutan
Desa Sungai Sekonyer (Tanjung Harapan)
Desa
Sekonyer adalah sebuah pemukiman masyarakat yang berada di aliran sungai
Sekonyer, tepat berada di seberang Pos Resort Tanjung Harapan. Desa ini terdiri dari ± 250 kepala
keluarga. Sebagain besar mata
pencaharian masyarakat adalah bertani dan mencari ikan di sungai. Pada awalnya masyarakat desa Sekonyer bermukim
di dalam kawasan taman nasional. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya makam
dan lahan bekas pertanian masyarakat.
Wisatawan
dapat singgah sebentar di desa ini untuk membeli souvenir berupa kaos – kaos
Tanjung Puting dan kerajinan tangan masyarakat setempat seperti gelang beruta,
tas dari anyaman, mandau serta sumpitan.
Wisatawan yang ingin lebih lama tinggal di Desa Sekonyer dapat menginap
di home stay milik masyarakat.
(a) Dermaga Desa Sekonyer, (b) Jalan Desa dan
(c) Home stay
Pesalat dan Beguruh
Pesalat merupakan zona pemanfaatan
khusus untuk kegiatan rehabilitasi kawasan. Wilayah ini mempunyai daya tarik wisata
alam tersendiri karena wisatawan dapat melakukan penanaman pohon konservasi
dengan diberi nama si penanam. Tempat yang dijadikan lokasi penanaman pohon
adalah di area bekas terbakar pada tahun 2006 silam. Pesalat ini merupakan pusat pendidikan
konservasi dan terdapat juga Camping
Ground bagi yang ingin berkemah di tengah hutan. Pada area ini terdapat tempat pembibitan
jenis pohon yang akan digunakan untuk merehabilitasi kawasan.
Adapun di Beguruh terdapat dua
area rehabilitasi orangutan. Lokasi
rehabiliasi orangutan tersebut berjarak ± 8 km dari Tanjung Harapan dan tidak
diperkenankan adanya kegiatan wisata.
(a) (b) (c)
(a) Dermaga Pesalat, (b) Camping
Ground dan (c) Lokasi Penanaman
Pohon di Hutan Pasca Terbakar
Pondok Tanggui
Wilayah ini merupakan zona pemanfaatan
khusus untuk rehabilitasi Orangutan remaja dan semi liar. Lokasi rehabilitasi
Orangutan di TNTP ini merupakan daya tarik tersendiri karena dilakukan atraksi pemberian makan (Feeding) kepada Orangutan yang dapat dinikmati pada jam
9 pagi. Pada lokasi ini, wisatawan dapat melakukan tracking menuju Pesalat – Tanjung
Harapan.
(a) Sign Board,
(b) Jembatan Pondok Tanggui dan (c) Feeding Orangutan
Pondok Ambung
Pondok Ambung merupakan stasiun riset
untuk penelitian berbagai flora dan fauna pada semua tipe habitat yang terdapat
di TNTP. Pondok
Ambung terletak di antara Pos Muara Ali dan Camp
Leakey. Didirikan
pada tahun 1989 oleh mitra balai taman nasional, Orangutan
Foundation International (OFI). Stasiun penelitian ini kemudian
direnovasi kembali pada tahun 2005 dan saat ini di kelola oleh Orangutan Foundation United Kingdom (OFUK). Banyak peneliti dari dalam negeri maupun
luar negeri melakukan penelitian di tempat ini, diantaranya penelitian tentang
Buaya Sapit (Tomistoma Schelegelii),
Bekantan (Nasalis larvatus), berbagai
jenis ular dan satwa lainnya.
Pondok Ambung
Camp Leakey
Camp
Leakey
merupakan zona pemanfaatan khusus yang menjadi tempat penelitian serta
rehabilitasi Orangutan dewasa. Pada
awalnya Camp Leakey merupakan lokasi penelitian mahasiswa
bernama Birute M.F Galdikas pada tahun 1971 yang didukung oleh Direktorat PPA
(Ditjen PHKA saat ini). Tempat ini terkenal sebagai destinasi wisata singkat untuk melihat Orangutan
rehabilitan baik yang sudah liar maupun semi liar. Tempat ini juga juga seringkali
didatangi kru-kru film dari dalam dan luar negeri untuk dijadikan lokasi
pengambilan film dokumenter mengenai Orangutan dan Hutan Kalimantan.
Rehabilitasi/peliaran Orangutan hasil kerjasama Ditjen
PHKA dengan OFI yang dipimpin oleh Prof. Dr. Birute M.F Galdikas, melalui
kegiatan feeding yang pada awalnya sebagai pakan tambahan bagi Orangutan
rehabilitan hasil sitaan/penyerahan dari masyarakat, agar dapat survive dengan mengandalkan suplay
makanan di alam aslinya. Kegiatan pemberian makanan tambahan, dalam perkembangannya ternyata menjadi atraksi wisata bagi wisatawan, sehingga kegiatan feeding bagi orangutan tetap berlangsung sampai
saat ini. Keiatan wisata lain yang dapat dilakukan oleh wisatawan adalah tracking untuk melihat vegetasi hutan yang biasa digunakan oleh para
ranger untuk mencari orangutan liar.
(a) (b) (c)
(a) Dermaga dan Kelotok, (b) Pusat Informasi dan (c) Feeding Orangutan
Sungai Buluh Besar dan Sungai Buluh Kecil.
Sungai Buluh Besar dan Kecil masuk ke
dalam zone pemanfaatan terbatas yang mempunyai panorama alam yang sangat indah,
apalagi menjelang matahari terbenam. Wilayah tersebut masih terdapat orangutan liar dan sangat cocok untuk
kegiatan pengamatan burung (bird watching).
Akses menuju tempat tersebut agak
sulit karena harus melewati laut yang perlu diperhitungkan gelombangnya. Adapun untuk berkunjung ke tempat ini disarankan
pada musim kemarau yaitu antara bulan Juni - September.
(a) (b)
(a) Sungai dan (b) Tepi Laut
Sungai Sekonyer
Sungai Sekonyer yang merupakan pintu
masuk wisatawan dari Pangkalan Bun ke Tanjung Puting. Sayangnya, aliran sungai ini telah tercemar limbah penambangan emas/ puya
di hulu sungai sehingga airnya jadi berwarna kopi susu. Namun demikian, masih dapat dijumpai aliran
sungai yang berwarna coklat kehitaman atau serupa dengan warna coca-cola. Air yang berwarna coklat
kehitaman ini diakibatkan oleh endapan humus dari daun yang berguguran di dasar
hutan.
(a) Sungai Sekonyer yang tercemar
PETA (b) Sungai Sekonyer Kanan dan (c) Pemandangan sore hari.
Langganan:
Postingan (Atom)